Jakarta, AM – Robert Alexander Moningka, Ketua Umum DPP Indonesian Tour Leaders Association (ITLA) mengatakan, sebagai tour leader harus mengetahui secara personal keinginan turis. Bukan secara umum, tetapi secara personal dulu.
Dikatakan, pariwisata mejadi ilmu pariwisata 2008, sebelumnya belajar pariwisata di Fakultas Ekonomi. Akibat belajar pariwisata di ekonomi makanya prinsip ekonominya lebih menonjol yaitu usaha seminimal mungkin dengan keuntungan maksimal.
Menurutnya berbeda dengan kita belajar pariwisata, karena di pariwisata prinsipnya hospitality. Ada terminologi dalam melayani tamu, bahwa kami akan memberikan pelayanan terbaik kepada tamu, karena hospitality umumnya dirasa dulu bukan dipikir dulu.
“Jadi kami sebagai tour leader, yang kita sentuh rasanya dulu, ramah tamahnya dulu jangan hitung ekonomi dulu. Hospitality tidak ada impact ekonominya bukan pariwisata namanya,” ujar Bob sapaan akrab Robert dalam Acara Rembuc Kebangsaan Pariwisata Nasional 2022 dalam rangka memperingati HUT RI Ke-77, secara daring, Senin (15/8/2022).
Lebih jauh dikatakan, pihaknya melatih sumber daya, misalnya di travel agency Itineraries bisa menjual, karena rata-rata praktisi pariwisata jebolan Strata1. Karenanya butuh spirit kolaborasi sebab masing-masing destinasi memiliki karakter untuk wisatawan.
Selat Valantine di Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
Wisata ini cocok ke siapa, bukan yang penting merasa aman ikut paket wisata. Contoh kami pernah bawa wisatawan ke Danau Toba, kami punya asumsi sendiri soal Danau Toba, ternyata asumsi kami tidak tepat, kalau Danau Toba tidak cocok untuk wisatawan Malaysia, karenanya kolaborasi kami mengundang tour guide dari Malaysia langsung karena ternyata bagi turis asal Malaysia makanan di Sumatera Utara tidak cocok dengan mereka.
“Ini pembelajaran bagi kami, jadi kalau kita mau bicara wisatawan datang ke Indonesia perlu aktual tourism costumer expectations tidak semua disajikan di objek wisata indah-indah tapi tidak sesuai selera,” kata Bob yang belajar Market Leader dunia di Boston ini.
Jika kita bicara kolaborasi, pernahkah kita mendisaign sesuatu itu memenuhi motif orang misalnya 8 perjalanan yang kita promosikan destinasi rata-rata. Padahal mereka ingin lihat sesuatu yang baru, skill pengetahun, orang asing rata-rata butuh yang tenang-tenang.
Kalau touris Indonesia ke luar negeri kata Bob, pasti foto, dan masukkin ke medsos. Kalau Cuma mau foto tidak usah wisata fotoshop saja. Pada saat kita mau bicara tren berwisata harus tahu yang namanya turis ekspetasi.
Sebagai seorang profesional Bob menandaskan, dia selalu menanyakan ekspetasi wisatawannya, misalnya anda ke Indonesia mau ngapain, itu harus tertulis dan kami harus memenuhinya selama 10 – 15 hari. Tidak pernah tanyakan secara personel ke mereka kami harus tanya satu-satu karena asumsi kami beda. Karena bisa saja paket wisatanya berbeda dengan ekspetasi wisatawan.
“Jepang sekarang menolak yang namanya open trip, dari aturan pembuatan visanya. Berbeda negara-negara. Contoh passpor kita standart dan tidak bisa ke Jerman,” tuturnya.
Bicara tour leader sama dengan media itu ada komunikasi masa, sekarang media publik, itupun untuk wisatawan. Kecuali Bali, wisatawan destinasinya di Bali umum tapi di destinasi lain belum tentu cocok untuk wisatawan yang umum, kalau kita bicara tren. Misalnya di Timur Tengah mereka suka wisata air.
Menteri Pariwisata RI Sandiaga Uno hadir memberikan sambutan pembukaan Rembuc Kebangsaan yang mengambil tema “Soliditas Antar Sektor Usaha Pariwisata Untuk Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat,” menghadirkan pembicara Hariyadi Sukamdani Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Ketua Dewan Pertimbangan Association of Hospitality Leaders Indonesia (AHLI) Ferdy Arminius, Guru Besar Pariwisata Universitas Tri Sakti Prof Aznil Azahari. Acara ini dipandu lengsung Ketua Umum DPP AHLI I Ketut Swabawa, (Red)
Discussion about this post