
Ambon, AM – Pusat Pendidikan Anti Korupsi (PPAK) adalah Portal pembelajaran antikorupsi yang disediakan bagi berbagai kalangan masyarakat Indonesia. PPAK menyediakan berbagai materi edukasi antikorupsi dan integritas dalam berbagai bentuk, seperti buku, artikel, boardgame, lagu, maupun video, yang bisa diakses dengan mudah.
Edukasi soal antikorupsi telah gencar dilakukan KPK sebagai bagian dari trisula pemberantasan korupsi. Namun masih banyak istilah yang belum dipahami oleh masyarakat terkait korupsi. Di antara istilah-istilah yang sering tertukar adalah suap, gratifikasi, pemerasan, dan uang pelicin.
Walau berbeda, namun keempat istilah ini sama-sama bentuk korupsi yang diatur hukumannya dalam undang-undang. Apapun bentuknya, korupsi adalah sebuah kejahatan yang bisa merugikan negara dan masyarakat.
Sementara itu korupsi di kota Ambon yang menyeret nama mantan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan salah satu pegawai honor di Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon Andrew Erin Hehanussa kini tengah bergulir dalam persidangan.
Persidangan berlangsung secara daring dengan terdakwa RL yang melakukan sidang secara virtual dari Jakarta. RL tidak ke Ambon karena secara psikologis diduga RL tidak mampu menghadapi situasi di Lapas, padahal seluruh keluarganya ada di Ambon, baru dugaan.
Baru-baru ini KPK merilis ketika kasus ini baru bergulir tentang pemberian sejumlah uang oleh Kepala OPD dan Pengusaha maupun kontraktor ke RL. Sebutlah ada ada mantan Plt Direktur PDAM Alfonsus Tetelepta yang setor Rp.260 juta. Mantan Kadis Pendidikan Kota Ambon Fahmy Salatalohy Rp.150 juta, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan aset daerah kota Ambon Roberth Silooy Rp.50,2 juta, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan kota Ambon Izaac Said Rp.116 juta, Kadis Perhubungan Kota Ambon Robby Sapulette Rp.8 juta, Kadis PUPR saat ini Melianus Latuihamallo, mantan Kadis PUPR kota Ambon Enrico Matitaputty dalam beberapa kali memberikan ke mantan Wali Kota RL sehingga totalnya menjadi Rp.390 juta.
Ini baru Kepala OPD dan ASN belum lagi pengusaha dan kontraktor. Setoran mereka ini tentu dengan berbagai alasan yang telah mereka sampaikan ketika diperiksa sebagai saksi di KPK dalam proses dari penyelidikan hingga penyidikan, dan bukan tidak mungkin ada yang telah memberikan keterangan sebagai saksi juga dalam persidangan yang sedang bergulir ini.
Apa tujuan mereka memberikan uang tersebut semuanya akan dibuktikan dalam fakta-fakta persidangan. Uang yang disetor ke RL apakah itu lasim diterima seorang Kepala Daerah?
Praktisi Hukum Allan Riry,SH.MH mengatakan, apakah Kepala Daerah minta uang itu tanpa kesepakatan atau setiap proyek ada kesepakatan Kepala Daerah sekian, Kadis berapa. Itu hanya soal sistim dan kesepakatan.
Namun ditegaskan, perbuatan pidana tidak menghilangkan atau menghapus tindaka pidananya. Pasal 55 KUHP turut serta melakukan. Terbukti mereka mengembalikan uang negara menurutnya, kalau sudah mengembalikan uang negara otomatis disitu ada perbuatan pidana yang sebelumnya mereka melakukan.
“Jika dia menerima uang dari orang lain berarti dia juga telah menerima gratifikasi sebagai pejabat daerah,” kata Allan kepada arikamedia, Rabu (16/11/2022).
UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memuat hukuman pidana untuk keempat tindakan korupsi tersebut. Suap,
Uang Pelicin, dan Pemerasan terkait jabatan diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dengan pidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp250.000.000.
Sementara gratifikasi kata Allan, memiliki hukuman lebih berat. Dalam Pasal 12, hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.(Red)
Discussion about this post