MEDAN, arikamedia – Hari Pers Nasional (HPN) menjadi momentum bagi insan pers dan seluruh organisasi pers untuk menghadirkan pers yang profesional. HPN tentu tidak sekedar pelaksanaan kegiatan ritual tahunan, apalagi tahun ini menyongsong tahun politik, momentum ini sekaligus jadi ruang reflektif bagi pers untuk mempersiapkan pers menghadapi tahun politik dan meneguhkan profesionalisme pers untuk penegakkan kemerdekaan pers di Indonesia.
Pers harus menjadi penerang bagi publik, pers harus mampu meningkatkan intelektual publik dalam membedakan berita bohong, berita hoax apakah itu disinformasi, miss informasi, ataupun mal informasi maupun berita yang tidak akurat. Jangan sampai semua informasi disebut hoax, hanya karena perbedaan pandangan.
“Reformasi tahun 1998 memberikan tonggak tanggungjawab kepada pers, untuk mengawal demokrasi melalui UU Nomor 40 tahun 1999, tentang pers. Kemerdekaan Pers yang ditegakkan dalam UU ini, adalah buah tuntutan reformasi di tengah situasi kebangsaan yang menghendaki penegakkan demokrasi secara utuh,” kata Ketua Dewan Pers Dr.Ninik Rahayu, dalam sambutannya pada Puncak HPN, di Medan Sumatera Utara, Kamis (9/2/2023).
Ninik mengatakan, Dewan Pers memaknai bahwa pemberitaan pers yang bertanggungjawab adalah pemberitaan yang dikonfirmasi kebenarannya. Berdasarkan etika jurnalistik. Sebaliknya kemerdekaan yang tidak bertanggungjawab berpotensi, merugikan kepentingan publik, menghambat pemenuhan hak-hak publik, bahkan dapat menciderai rasa keadilan publik.
Dijelaskan, Indeks kemerdekaan pers 2022 menunjukkan bahwa kemerdekaan pers di Indonesia masih dalam rentang nilai bebas, dimana tingkatan nasional berada pada skor 77,8, naik tipis 1,68 point dibandingkan tahun 2022.
Menurutnya, tentu sebagai bangsa kita tidak akan berhenti membangun dan meningkatkan profesionalitas pers, di Indonesia. Merupakan niat tulus dan mulia agar indeks kemerdekaan pers di Indonesia dapat terus meningkat dan sebaiknya sampai tiba pada skala sangat bebas. Dimana hal ini membutuhkan situasi yang kondusif pada berbagai lingkungan.
“Dari hasil survei yang dilakukan oleh AJI Indonesia, kami masih menemukan berbagai bentik kekerasan yang dialami oleh insan pers dalam menjalankan tugasnya, 86,9% khusus untuk jurnalis perempuan bahkan untuk menghadapi ancaman kekerasan seksual baik dalam rangka menjalankan tugas di lapangan maupun di kantor. Tentu ini membutuhkan dukungan yang sangat kondusif dalam lingkungan sipil politik, dan lingkungan ekonomi serta lingkungan hidup,” katanya.
Ninik juga menyinggung soal Dewan Pers yang sudah melakukan penandatanganan dengan Kepolisian RI sehingga ada kesepahaman dalam penempatan kasus-kasus karya jurnalistik untuk tetap berada pada UU Nomor 40/1999.
“Jadi kalau misalnya diketahu sebagai karya jurnalistik maka teman-teman kepolisian telah memiliki kesepahaman untuk diselesaikan dengan UU 40, tetapi kalau memang itu kasus pidana maka menjadi Ranah Kewenangan Kepolisian. Ini adalah langkah maju sehingga ingin memastikan tidak ada lagi teman-teman jurnalis yang dikriminalisasi,” ungkap Ninik.
Melalui momentum HPN 2023, mohon dukungan dari Presiden dan komitmen semua insan pers untuk bersama-sama menjejakkan langkah meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia dan mengukuhkan komitmen pers untuk tetap menopang demokrasi. Demikian mohon dukungan khususnya sektor swasta agar pers tetap mandiri dan independen, sama-sama kita wujudkan pers yang Indonesia yang profesional dan bertanggungjawab. (Red)
Discussion about this post