AMBON, arikamedia – Mencermati pernyataan Kadis Kominfo Kabupaten Kepulauan Tanimbar Junus Frederik Batlayeri bahwa pembayaran hak-hak ASN di Tanimbar tidak dapat dilaksanakan karena terjadi defisit anggaran menimbulkan pertanyaan balik.
Kepada pers di Ambon, Jumat (2/11/2022) salah satu tokoh masyarakat Tanimbar Niko Ngeljaratan menjelaskan, bahwa pasal 162 PP No. 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, huruf a, b, c, menegaskan tentang dasar-dasar dilakukannya perubahan APBD yaitu apabila perkembangan tidak sesuai dengan Asumsi KUA dapat berupa
1). Pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah;
2). Pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi belanja daerah.
3). Perubahan sumber dan penggunaan pembiayaan daerah.
Menurutnya, berdasarkan ketentuan dimaksud maka perlu dipahami bahwa ketika APBD Perubahan itu sudah ditetapkan maka tidak ada alasan Pemda Kepulauan Tanimbar untuk tidak dapat melaksanakan APBD-P yang telah ditetapkan dengan Perda.
Ngeljaratan menambahkan, apabila sebagian belanja tidak dapat terealisasi tentu mengisyaratkan terjadi beberapa permasalahan dalam Perda APBD-P yang telah ditetapkan diantaranya :
- Menganggarkan pendapatan yang tidak wajar sehingga tidak tercapai, ini sangat riskan karena aturan sudah mengingatkan kita tentang dasar-dasar dilakukannya perubahan APBD.
- Mengalokasikan tambahan program kegiatan yang lebih besar membebani APBD seperti tambahan program kegiatan baru, atau kebijakan tambahan pembayaran utang pihak ketiga yang terlampau besar tanpa mempertimbangkan kapasitas keuangan daerah.
- Menganggarkan pinjaman tapi tidak ada keberanian untuk melakukan pinjaman yang mengakibatkan terbatasnya kas riil untuk membelanjai permintaan pencairan dana oleh SKPD.
Niko Ngeljaratan menilai, berdasarkan point-point diatas maka disimpulkan bahwa Kadis Kominfo Kabupaten Kepulauan Tanimbar tidak punya kompetensi dan kapasitas di bidang pengelolaan keuangan daerah, sehingga memberikan pernyataan yang sangat tidak rasional.
“Kalau bilang defisit, apa gunanya ada perubahan APBD di setiap siklus tahunan penganggaran. Kalau dalam Perubahan tidak dapat mengatasi masalah, berarti 100 x Kadis Kominfo gagal paham terkait dengan sistim pengelolaan keuangan daerah. Kenapa ada penambahan program kegiatan baru pada perubahan APBD, ini kerjanya siapa,”tanya Ngeljaratan.
Dirinya mempertanyakan, Penjabat Bupati yang ikut duduk dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) merasionalisasi APBD induk tanpa persetujuan dengan DPRD mana hasilnya, ternyata masih ada defisit, lalu ini kerjanya siapa?. “Lalu apa tujuan dilakukan perubahan APBD,”tanya Ngeljaratan lagi seraya menegaskan jika sebagai corong pemerintah seharusnya sang Kadis paham mekanisme pengelolaan keuangan.
Mantan Kepala Kantor Perwakilan Maluku ini menegaskan, tata kelolah keuangan yang akuntabel dan kredibel, seorang pemimpin tidak patut menduduki jabatan selaku Kepala Daerah merangkap Bendahara Umum.
“Bila itu terjadi bisa kategori, “abuse of power” atau menyalahgunakan kewenangan pengelolan keuangan, bisa kategori kejahatan ekonomi, bisa berdampak korupsi,”ungkapnya.
Pertanyaan kritis siapa mengontrol pengeluaran dan penggunaan keuangan negara dimaksud? Siapa awasi siapa?
“Olehnya rakyat bisa lakukan somasi hukum ke pihak berwenang,”tutup Niko Ngeljaratan. (*)
Discussion about this post