AMBON, arikamedia – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku Johan Lewerissa mengatakan, dalam penyampaian aspirasi di Komisi VII DPR RI mengatakan, dalam pertemuan tersebut beberapa hal disampaikan terkait masalah listrik elektrifikasi, Bahan Bakar Minya (BBM) quota minyak tanah dan soal pertambangan.
Dikatakan, terkait dengan masalah listrik elektrifikasi, DPRD Maluku berharap agar PT PLN dapat segera dilakukan cakupan listrik dengan rasio elektrifikasi di daerah-daerah terdepan dan terpencil.
Menurutnya, Maluku dengan kondisi geografis dan luas lautan lebih dari daratan terdapat begitu banyak pulau-pulau yang belum menikmati listrik khususnya di pulau-pulau terdepan dan terluar. Masyarakat di kawasan-kawasan tersebut belum menikmati listrk.
“Karena itu lewat Komisi VII, kami menyampaikan aspirasi agar DPR RI bisa membantu kami menyeruakkan agar warga masyarakat di daerah-daerah terdepan dan terluar ini bisa memperoleh kebutuhan listrik sekaligus untuk menjawab permasalahan listrik di masyarakat,” kata Lewerissa ketika dihubungi arikamedia, Kamis (2/2/2023).
Hal ini perlu disampaikan ke Komisi VII DPR RI karena jika kita ke Kementerian mereka selalu beralasan bahwa anggaran dan sebagainya, jika berkaitan dengan anggaran lebih baik langsung saja ke DPR, meminta kebijakan mereka untuk sama-sama mengawal ini.
Sedangkan menyangkut Bahan Bakar Minyak (BBM), quota jenis minyak tanah untuk provinsi Maluku itu, Lewerissa menjelaskan, segera DPRD minta quota ditambahkan.
Hanya saja Pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) harus memberikan data terkiat dengan jumlah pemakaian BBM per tahun berapa.
Jika itu tidak dimasukkan data itu ditambahkannya, maka Pemprov tidak bisa mengajukan ke BPH Migas. Karena itu BPH Migas akan tetap berpatokan pada quota tahun sebelumnya jika tidak ada pengajuan penambahan dari Pemprov, Pemkab dan Pemkot.
“Padahal kita tahu bersama tingkat pemakaian minyak tanah dari tahun ke tahun cenderung naik,” tandas politisi dari Partai Gerindra ini.
Sementara itu menyangkut inspeksi tambang berdasarkan Keppres 55 tahun 2022, inspeksi tambang itu harusnya daerah diberikan kewenangan bukan pemerintah pusat, karena Pemerintah Daerah (Pemda) lebih tahu kondisi wilayahnya, terkesan pemerintah pusat memberikan peluang namun dengan setengah hati.
Lewerissa menandaskan, daerah hanya diberikan kewenangan memberikan ijin terhadap hasil tambang galian C saja, selanjutnya hasil tambang galian yang lain seperti batu bara, mineral dan logam, itu menjadi kewenangan pemerintah pusat, ini yang susah.
Pengawasan dan lain sebagainya itu menurutnya, dilakukan pusat melalui UPT-UPT mereka. Ditambahkan, kadangkala UPT yang ada di Pemprov bersinggungan dengan kerja-kerja dinas. “Malahan, anggaran dari pemerintah pusat langsung ke UPT-UPT tersebut tidak ke dinas. Ini yang menjadi persoalan, padahal kerjanya sama,” kata Lewerissa.(Red)
Discussion about this post