AMBON, arikamedia.co – Universitas Pattimura (Unpatti) harus melihat pernyataan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri yang menyatakan tujuan mendirikan Unpatti tidak lagi menjadikannya sebagai pusat Osenaografi di Asia Tenggara sebagai momentum untuk merefleksikan kembali apa yang seyogyanya dan apa yang seharusnya dilakukan kedepan utamanya merekonstruksikan kembali legal position Unpatti.
Termasuk melakukan kolaborasi dan membangun kemitraan dengan berbagai lembaga antara lain dengan Pemerintah Pusat dan terus melakukan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengembangan inovasi riset dan kajian kajian tematik akademik secara terpadu dan berkelanjutan.
Pada bagian lain, sudah barang tentu Unpatti perlu untuk memformulasikan kembali Pola Ilmiah Pokok (PIP) secara substansi maupun prosedural (teknis kurikulum) dengan melihat berbagai dinamika, tantangan, permasalahan serta isu isu aktual kerangka pembanguna kelautan dan kemaritiman.

Hal ini ditegaskan Dosen Fakultas Hukum (FH) Unpatti DR.Sherlock H. Lekipiouw,SH,MH kepada arikamedia, Jumat (30/6/2023).
Sherlock menjelaskan, secara teknis operasional, tantangan terbesar kita adalah soal mengurai kekusutan dan domain kelembagaan dalam melakukan tugas, fungsi dan peran dalam mengembangkan riset dan studi dibidang kelautan dan maritim (termasuk didalamnya mengenai oseanografi).
Menurutnya, pertama, domain kewenangan dalam aspek substansial dari aspek kelembagaan menjadi bagian penting untuk didiskusikan secara serius oleh civitas akademika Unpatti, dimana ada keseimbangan secara proporsionalitas antara Unpatti dengan LIPPI/BRIN utamanya dalam melakukan kolaborasi untuk menjawab tantangan pembangunan kelautan/kemaritiman sebagai masa depan bangsa.
“Kedua, harmonisasi instrumen teknis kebijakan, dimana Unpatti juga perlu difasilitasi secara proporsional untuk pengembangan inovasi riset dan pengembangan teknologi dengan sarana dan prasaran yang profesional tentunya dengan didukung oleh kapasitas intelektual SDM Unpatti,” ujar pakar Hukum Tata Negara ini.
Ketiga, Unpatti juga sudah saatnya melakukan reformulasi atas kebijakan PIP dalam kaitan dengan pengembangan riset dan kajian strategis melalui penataan program program studi dan kurikulum yang terintegrasi dan tematik dengan PIP dan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi.
“Nah, ketiga hal tersebut diatas kemudian harus ditransformasikan melalui masterplan dan grand design pengembangan program studi di masing masing Fakultas. Sebagai contoh misalnya, bagaimana mendorong program studi yang inline dengan arah kebijakan pembangunan kelautan dan kemaritiman termasuk kebijakan regulasi yang tumpang tindih secara sektoral,” tambahnya.
Ini juga kata Sherlock, realitas yang miris terjadi dan dialami oleh Unpatti, sebut saja bagaimana kemudian posisi Unpatti dalam rancang bangun kebijakan politik negara dibidang riset dan kajian di bidang kelautan dan kemaritiman.

Sebelumnya Prof Alex Retraubun dalam tulisan di Harian Kompas menulis tentang tragedi negara kepulauan.
Dia menyebutkan disitu sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, seharusnya kita berupaya menjadi negara yang kuat dan mandiri. Upaya tersebut hanya bisa terwujud via berbagai kebijakan.
Prinsip kepulauan memuliakan laut dan pulau sebagai satu kesatuan dalam pembangunan nasional. Modal yang kita miliki adalah jumlah pulau dan luas lautnya yang masif, dimana pulau didominasi oleh pulau kecil, sehingga dianggap kasus khusus dalam pembangunan karena kerentanan lingkungannya.
Terkait kebijakan nasional tentang Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang diinisiasi presiden sebagai kepala pemerintahan, tetapi bisa dibatalkan hanya dengan argumentasi bahwa lokasi LIN ditolak karena banyak sisa bom aktif perang dunia yang bertebaran disitu.
Ini jelas pernyataan irasional, padahal Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali turun ke Ambon bersama sejumlah menterinya untuk melihat progres di lapangan, bahkan pernyataan kebijakan sebagai dasar proses kebijakan juga telah diucapkan.
Kebijakan ini sejak dideklarasi oleh pemerintah sampai sekarang sudah berjalan leboh dari satu dekade, tetapi belum dilegalkan dalam bentuk kekuatan hukum apap pun.
Sedangkan terkait UU Daerah Kepulauan, tujuan UU ini untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antara wilayah daratan dan kepulauan dalam lingkup NKRI. Ada 15 provinsi dan 86 kabupaten/kota kepulauan yang mengharapkan lahirnya UU ini.
Mantan anggota DPRD Maluku dari PDIP Chris Sahetapy mengktirik mantan Ketua Umumnya Megawati Soekarno Putri, terkait pernyataanyanya soal Unpatti sebagai pusat Osenaografi di Asia Tenggara.
Dirinya menyebutkan, itu hanya wacana politik yang disebut dalam Ilmu komunikasi meta wacana politik jelang pemilu dengan pergunakan Oceanografi sebagai Semiotik yang punya pengaruh kuat.
Ia menilai ini hanya fenomena politik yang dimunculkan bertetapatan tahun pesta demokrasi.

Ibu Mega harus sadari bahwa kalau keprihatinan terhadap Maluku khusus Unpatti sebagai pusat Oceanografi sedangkan Megawati selaku Ketum PDIP yang Pemenang Pemilu berkali – kali pasca konflik Maluku tidak biarkan kegagalan Pemerintah Daerah Maluku memperjuangkan berbagai kepentingan bagi kemajuan Maluku dibidang kelautan mengingat Maluku terdiri dari laut Pulau dengan rentang kendali yang selama ini menjadi perintang dalam manajemen kepulauan.
Jangan hanya dengan berbagai pesan yang disampaikan sebagai retorika yang mengalami penyempitan makna- kosong atau kata- kata ornamen yang berlawanan dengan tindakan, yang sebetulnya harus seperti apa yang dikatakan Plato : Retorika Edukatif bagi rakyat Maluku.
Itu adalah realitas yang dialami rakyat Indonesia di Maluku yang bisa disebut “adjusting ideas to people and people to ideas” . Itulah Meta Wacana dari Ibu Megawati jelang Pemilu 2024 menyambung lidah Bung Karno. (Red)
Discussion about this post