MALTENG, arikamedia.co – Harapan Presiden Jokowi adalah zero ekstrem property terjadi di 2024. Kenapa anggaran tidak bisa digunakan untuk hal-hal yang menjadi kebutuhan satu desa. Ini menjadi perjuangan dari DPD RI.
Selama ini dana desa yang diluncurkan itu betul-betul mandatory spending, semuanya sudah diatur dari pusat, sekian persen untuk apa, dia diperuntukan untuk apa, makanya DPD RI terus menggaungkan harus ada otonomi dana desa.
Hal ini dikatakan Anggota DPD RI Novita Anakotta,SH,MH di Masohi Malteng pekan lalu, pada kegiatan Workshop Evaluasi Pengelolaan Keuangan dan Pembagunan Desa Tingkat Regional Provinsi Maluku.
Anakotta menyebutkan, mandatory spending dilakukan karena desa yang lebih mengetahui apa yang desa butuhkan dan perlukan. Walaupun tidak kita nafikan bahwa dana desa itu sudah memberikan banyak dampak positif.
Dikatakan contohnya, dulu banyak sekali desa tertinggal dan desa yang sangat tertinggal. Tetapi dengan adanya dana desa, status desa itu ada peningkatan, ada juga status desa mandiri, walau Desa mandiri di Malteng belum lebih dari 50%.
Menurutnya, begitu banyak gunanya dana desa itu, untuk pengembangan desa. Karena pemerintah juga menciptakan apa yang namanya pertumbuhan ekonomi baru, dan negara mau mengatakan negara hadir dimulai dari pinggiran, salah satu lewat implementasi dana desa.
“Walaupun kita sadari bersama, dalam tata kelola dana desa ini, banyak sekali tantangan, hambatan yang ujung-ujungnya juga banyak Kepala Desa (Kades) yang akhirnya ada di Hotel Prodeo. Walau demikian tidak sepenuhnya itu salah Kades, mungkin ada regulasi yang menjadi tantangan atau sulit diselesaikan Kades, dan juga tidak bisa dipungkiri Sumber Daya Manusia Kades itu menjadi hal yang memang betu-betul harus diperhatikan,” kata Anakotta yang adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Pattimura ini.
Workshop ini adalah acara Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP), Anakotta adalah Wakil Ketua Komite Panitia Kerja (Panja) DPD RI dan mitra kerja strategis dengan BPK dan BPKP. Sekaligus melakukan pengawasan Undang-Undang (UU), Nomor 28 Tahun 2022 terkait UU APBN dan itu fokus ke dana desa.
Kalau dulu kata Anakotta, biasanya BPKP mau turun pasti Kades dan stakeholder terkait takut, tapi sekarang, BPKP hadir dengan wajah baru bukan mencari-cari kesalahan, tetapi mereka hadir untuk membina supaya apa yang menjadi kesulitan bapak ibu, dan tidak dimengerti boleh bertanya.
“BPKP betul-betul merubah wajah selama ini bringas menjadi wajah manis. Harapan saya acara workshop ini digunakan waktu maksimalkan untuk bertanya apa saja. Tujuan dana desa ini salah satu untuk mengurangi angka kemiskinan. Tapi kalau kita melihat dari tahun 2015 dikucurkan sampai 2023, maka kemiskinan turun sangat tidak signifikan. Yang jadi kendala kalau Kades diganti aparat desa ganti juga mesti belajar kembali lagi akhirnya di dalam inisiasi DPD RI terkait revisi UU nomor 6 tahun 2014, salah satu aparat desa dibuat jadi ASN saja, baru usulan nanti akan dibahas dengan pemerintah, karena semua berimplikasi kepada anggaran,” ujarnya.
Dia berharap tata kelola dana desa mulai dari perencanaan, pendanaan, penatausahaan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus dilakukan secara transparan dan masyarakat perlu dilakukan edukasi. Mungkin kita bisa workshop dengan masyarakat, karena masyarakat sebenarnya juga punya tanggungjawab besar terlibat terkait dengan keadaan dana desa sekaligus melakukan pengawasan.Terkadang masyarakat tidak meyadari tugasnya untuk melakukan itu.
“Harapan saya status desa yang masih tertinggal dan sangat tertinggal bisa meningkat menjadi mandiri. Dengan adanya UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) salah satu formulasi yang didapatkan di dana desa adalah alokasi kinerja sebesar kurang lebih 4%. Itu menjadi reward desa-desa yang memiliki kinerja baik, artinya tata kelola dana desa itu kita melihat output dan income itu transparan,” pungkas Master Hukum Universitas Indonesia ini.
Ini pun juga merupakan tugas dan tanggungjawab sebagai anggota DPD RI untuk terus ada sama-sama mengatur tata kelola dana desa supaya semakin baik sehingga apa yang menjadi harapan desa digunakan sebagai salah satu pertumbuhan ekonomi baru bisa terealisasi karena desa berdaya Indonesia maju. (Red)
Discussion about this post