AMBON, arikamedia.co – PASCA kasus korupsi yang menimpa Pemerintah Kota (Pemkot) baru-baru ini yang menyeret mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenpessy, Pemkot terus bermasalah di masalah keuangan.
Masih hangat dalam ingatan publik Tahun 2022 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Ambon Tahun 2022 disclaimer sebagaimana diketahui, Laporan hasil pemeriksaan keuangan yang disampaikan secara resmi oleh Kepala perwakilan BPK provinsi Maluku, Kota Ambon memperoleh opini disclaimer.
Kepala BPK Perwakilan Maluku, Herry Purwanto mengatakan, pihaknya masih menemukan permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan yang signifikan dalam LKPD Pemkot Ambon tahun anggaran 2022.
Permasalahan tersebut, antara lain adalah Belanja Barang dan Jasa pada Sekretariat Kota Ambon tidak sesuai ketentuan yaitu sebesar Rp7,2 Miliar di rekomendasikan di setor ke kas daerah dan Rp33,3 Miliar diperlukan verifikasi lebih lanjut melalui pemeriksaan khusus inspektorat.
Informasi yang diperoleh arikamedia dari Kantor Pemkot adalah, bicara belanja barang dan jasa ini antara lain, paket pengiriman barang, makan minum, cetak penggandaan dikhususkan pada Baliho, dan perjalanan dinas. Empat komponen besar ini yang mendominasi terjadinya kas Pemkot tekor.
Kas tekor maksudnya adalah uang yang dikasih untuk dibelanjakan di SKPD Sekretariat kota Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) cair kemudian mereka menukarnya ke Bank Maluku dengan Chek terus dijadikan uang, kenyataannya Bendahara Sekretariat atas disposisi pengguna anggaran membelanjakan semestinya harus sesuai dengan DPA/RKA (dokumen pelaksana anggaran sesuai rincian-rincian).
Sumber tersebut mencontohkan, belanja barang jasa sesuai kode rekening, makan minum berapa, makan minum rapat berapa, makan minum tamu berapa, dan lain-lain. Setelah dilakukan pengechekan di tempat mereka belanja ternyata mereka tidak belanja di tempat mereka pertanggungjawabkan kwitansinya, akhirnya muncul ternyata uang ini tidak dipakai untuk makan dan minum. Akibatnya tidak dapat dipertanggungjawabkan sesuai yang diingin berdasarkan aturan BPK, maka terjadi kas tekor.
Disebutkan, ini adalah bahasa sederhana yang dapat dimengerti publik tentang kerja-kerja di Sekretariat Pemkot Ambon yang mengakibatkan kas mereka amburadul. Empat komponen besar yang dibilang, cetak penggandaan (baliho dan sebagainya), makan minum, perjalanan dinas, paket pengiriman, ini yang menyebabkan kas bermasalah, bukti tidak sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan.
Pertanyaannya apa tindakan yang dilakukan terhadap bendahara sekretariat Pemkot ini? Kenapa tidak dilanjuti dengan merekomendasikan ke penegak hukum dan tentu DPRD yang melakukan pengawasan juga harus bersuara soal ini tapi kenapa semua diam. Apakah karena bendahara sekretariat Pemkot Ambon menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan uang di kas mereka yang tekor sehingga tidak direkomendasikan untuk diproses hukum?
Itu satu soal, masalah lainnya adalah, selain pengelolaan kas Pemkot Ambon tahun 2022 masih bermasalah dimana kas tekor sebesar Rp2,19 Miliar, dan permasalahan aset sebesar Rp60,7 miliar, yaitu keberadaan aset dan beban penyusutan yang direkomendasikan untuk melakukan penata usahaan Barang Milik Daerah di OPD terkait.
Menurut sumber arikamedia, aset ini hanya masalah administrasi, artinya pemkot mengakui pemkot memiliki aset, contoh tanah di satu lokasi tertentu, seperti di Nania, di Waiheru, secara administratif pemkot mencatat itu milik pemkot. Ada juga di Air Besar yang dulunya adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Ini semua dicatat milik Pemkot karena Pemkot miliki surat jual-beli ada. Hanya BPK tidak mau cuma sebatas akta atau hibah dari Pemerintah Negeri ke Pemkot, BPK inginkan Hak Kepemilikan bukan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan, BPK ingin kepemilikan resmi, akhirnya BPK menganggap ini masih bermasalah.Takutnya nanti pemilik komplain karena belum memiliki Sertifikat asli.
“Itu adalah aset tetap, sedangkan aset bergerak misalnya kendaraan bermotor, mobil yang ada di ASN, ada yang sudah meninggal atau pensiun, misalnya dalam pencatatan BPK terdapat aset motor 2000 buah, namun fisiknya tidak ada. Ini yang menjadi masalah. Jadi aset Pemkot sudah sajikan, hanya pengakuan aset itu yang masalah,” ini hanya contoh ujar sumber tersebut.
Untuk mengurangi berbagai masalah ini Pemkot harus mengeluarkan anggaran untuk misalnya membuat Sertifikat atas aset tanah yang Pemkot miliki, agar dikemudian hari tidak ada klaim dari masyarakat. Sedangkan kendaraan motor Pemkot mencatat benar hanya saja membuktikan yaitu misalkan memberikan motor ke si A, B, C beberapa tahun silam, tercatat di aset Pemkot, ada yang sudah meninggal atau pensiun tapi masih tercatat milik pemerintah.
Sebenarnya kata sumber tersebut, ini tugas Pemkot mendata kembali orang-orang yang menerima aset tersebut kemudian difoto fisiknya apakah masih berfungsi, foto nomor rangka itu yang dipertanggungjawabkan ke BPK.
“Ini adalah tugas dan kerja bagian keuangan dan bagian umum Pemkot Ambon. Dengan kemampuan Sumber Daya Manusia, ASN yang dulu pernah mempertanggungjawabkan masalah aset ini hingga tersisa Rp.8 Milyar saja, tidak seperti sekarang yang capai Rp.60,7 Miliar seperti sekarang ini,” ujarnya.
Contoh lain Mobil Puskesmas yang sudah terbakra di Lateri, Lata, Laha dulunya Pemkot pergi melacak dan mendata dengan foto rangka kendaraan dan fisik kendaraan tersebut, tunjukkan ke BPK dan turun sama-sama ke lokasi. Atau simplenya di Permendagri 17/2007 Bab XI : Penghapusan, jika ingin dihapus mendapat persetujuan DPRD dalam bentuk Keputusan Wali Kota dan keputusan Dewan, untuk khusus penghapusan yang paling penting adalah mengidentifikasinya jelas.
Pengalaman para ASN sebelumnya kata sumber ini, mereka pernah hapus kendaraan dengan alat-alat Kesehatan di RS Valentine yang sudah ada cukup lama di gudang, mereka turun dengan BPK lihat ke gudang, BPK sarankan membuat surat ke DPRD untuk kesepakatan bersama dengan DPRD di foto, buat surat, DPRD setuju, maka bisa dihapus. Itu pernah terjadi Pemkot bisa menghapus capai 7 Miliar. Semakin langkah itu ditempuh, nilai aset semakin berkurang.
“Intinya, Tahun 2022 ada dua aspek besar pertama ada 6,8 Miliar, kedua 33,3 Miliar. Rp.33 miliar lebih ini akumulasi dari beberapa dinas di Pemkot di luar anggaran sekretariat daerah,” pungkasnya.
Tahun 2023, juga ditemukan 9 Miliar. Selain itu masih banyak yang belum juga terselesaikan di tahun 2023, seperti TPP 3 bulan, Dana Peruntukan Kesehatan 28 tidak dibayar, alokasi Dana Desa tidak dibayar sudah 4 bulan, sertifikasi guru belum dibayar 2 Triwulan, Hutang Pihak ketiga 50 Miliar belum dibayar tahun 2022.
Benar-benar akut kondisi keuangan Pemkot. Tidak mampukah Kepala BPKAD Pemkot menyelesaikan semua ini? Penjabat Wali Kota Ambon diberikan beban yang dilakukan Kepala Daerah sebelumnya. BPK menemukan permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern dan kepatuhan yang signifikan dalam LKPD. Pernyataan ini seharusnya jadi hal yang segera diperbaiki atau dibenahi namun faktanya? – Tim (Part I) .
Discussion about this post